Jokowi bergegas beranjak usai menggelar pertemuan tertutup di Istana Merdeka dengan ketua umum partainya, Megawati Soekarnoputri, dan putrinya, Puan Maharani. Ia langsung menuju Djakarta Theater untuk memantau hitung cepat Pemilu Presiden 2019. Megawati dan Puan juga bertolak ke lokasi yang sama.

Baru keesokannya, Kamis (18/4), Jokowi mengumumkan keunggulannya. Didampingi para ketua umum parpol pengusungnya, ia menyatakan, “Kemarin saya belum menyampaikan angka karena masih di bawah 70 persen. Tetapi karena hari ini sudah hampir 100 persen, kami menyampaikan bahwa hasil quick count 12 lembaga survei menyatakan Jokowi-Kiai Haji Ma’ruf Amin mendapatkan prosentase 54,5 persen, dan Prabowo-Sandi mendapatkan prosentase 45,5 persen,” ujar Jokowi di Plataran Menteng, Kamis (18/4).

Unggul di quick count bukan berarti hasil Pilpres memuaskan kubu Jokowi. Sebab, perolehan suara di sejumlah provinsi meleset dari target. Jokowi antara lain kalah di Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan, dan sejumlah wilayah di Sumatera serta Kalimantan.

Di Banten, kekalahan Jokowi lebih karena faktor ekonomi. Di ujung barat Pulau Jawa itu, Jokowi-Ma’ruf meraih 44,77 persen suara, sedangkan Prabowo-Sandi 55,23 persen. Faktor ekonomi dinilai jadi penyumbang terbesar kekalahan Jokowi di sini.
Jokowi juga kehilangan banyak suara di Sumatera. Data quick count CSIS & Cyrus menunjukkan ia kalah di Aceh, Sumatera Barat, Riau, Jambu, Bengkulu, dan Sumatera Selatan. Dua faktor diperkirakan menjadi faktor kekalahan Jokowi di Sumatera: kuatnya pengaruh kubu Prabowo, dan variabel ekonomi berupa kemerosotan harga komoditas kelapa sawit serta karet yang melemahkan industri-industri utama di pulau itu.

Dua provinsi yang jadi penyelamat Jokowi ialah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Di kedua provinsi ini, perolehan suara petahana melebihi target. Hitung cepat CSIS & Cyrus menunjukkan Jokowi-Ma’ruf mengantongi 77,23 persen suara di Jawa Tengah, berbeda jauh dengan Prabowo-Sandi yang hanya 22,7 persen. Sementara di Jawa Timur, Jokowi memperoleh 65,95 persen suara, dan Prabowo 34,1 persen saja.

Di Jakarta, Jokowi unggul tipis atas Prabowo berdasarkan hasil hitung cepat berbagai lembaga, termasuk CSIS & Cyrus. Ia mendapat 51,7 persen suara, sedangkan Prabowo 48,3 persen.

Selain itu, Aria Bima menilai pendekatan Ma’ruf Amin ke kalangan Islam ibu kota cukup membantu. Cawapres yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia itu rajin mengundang para takmir atau pengurus masjid ke rumahnya di Menteng. Ia juga beberapa kali sowan ke sejumlah ulama alumni Aksi 411 dan 212.
Di luar itu semua, ada satu hal yang berperan besar dalam menyelamatkan suara Jokowi: empat mesin big data sebagai bank data yang menjadi referensi Timses Jokowi dalam menentukan strategi.
“(Mesin big data) ini terobosan baru dan membantu sekali dalam kerja pemenangan di darat dan udara,” ujar Andi Widjajanto, Sekretaris Tim Pemenangan Jokowi pada Pemilu 2014 yang kini menjadi Ketua Cakra 19—salah satu tim pemenangan Jokowi yang berisi para purnawirawan TNI.
Empat mesin big data milik Tim Jokowi dikelola oleh empat tim berbeda—Tim Awan di tangan Andi Widjajanto yang fokus di media sosial; TKN Jokowi-Ma’ruf di bawah komando bendaharanya, Wahyu Sakti Trenggono; Tim Corona yang terdiri dari para alumni ITB; dan PoliticaWave pimpinan Yose Rizal.
Di ketiga momen itu, Tim Jokowi langsung meramu kontrastrategi. Contohnya, usai kampanye akbar Prabowo di GBK, kubu Jokowi langsung menghujani jagat maya dengan konten receh berupa puluhan meme jenaka jelang Konser Putih Bersatu yang digelar sepekan setelah kampanye akbar Prabowo.
“Biasanya kalau (sentimen positif ke Jokowi) turun, kasih yang receh-receh begitu langsung naik,” kata Andi.

Big data juga membantu menentukan apakah suatu aksi Jokowi harus diviralkan atau tidak. Semisal saat Jokowi mengeluarkan imbauan mengenakan baju putih saat nyoblos, atau saat Jokowi bertanya soal unicorn ke Prabowo pada debat capres.
Kata “genderuwo” terlontar dari mulut Jokowi saat acara pembagian sertifikat tanah di Tegal, Jawa Tengah, 9 November 2018. “Masa masyarakat dibuat ketakutan? Enggak benar, kan? Itu namanya politik genderuwo, nakut-nakuti,” ujar Jokowi.

Big data membaca pergerakan lawan untuk Jokowi, dan membantu menentukan wilayah tempur bersama masukan dari mesin partai dan jaringan relawan.
“Kami tahu 02 sering datang (ke masyarakat) tanpa berinteraksi dengan sasaran yang tepat. Jadi simpul yang ditangkap meleset. Lalu kami (kubu Jokowi) tinggal tangkap simpul yang benar, datang ke titik yang benar, dan itu menjadi tambahan suara kami,” kata Andi.
Setelah titik ditentukan, ada rumus dasar yang berlaku. Untuk wilayah yang sudah dianggap aman dan memiliki simpul relawan kuat, ia satu kali saja disambangi Jokowi. Namun pada daerah yang belum aman, Jokowi minimal berkunjung tiga kali. Sementara di zona lawan, ia idealnya bertandang hingga 11 kali.

Tim Jokowi mengategorikan seluruh wilayah di Indonesia dalam skala 1-8. Skala 8 ialah daerah dengan suara aman bagi Jokowi-Ma’ruf, sedangkan skala 1 dianggap lemah sehingga akan digarap bersama oleh relawan, mesin partai, beserta caleg.
Biasanya, sebelum Jokowi menghadiri kampanye terbuka di satu titik, ada tim darat yang mengunjungi warga di daerah itu secara door to door untuk menyampaikan isu lokal yang menjadi perhatian kubu 01.
Erick Thohir berpendapat, ada tiga momen yang berkontribusi menggenjot suara Jokowi-Ma’ruf pada dua pekan sebelum hari pencoblosan. Pertama, kampanye terbuka yang hampir selalu ramai sehingga menebalkan perolehan suara.

Be First to Comment