JAYAPURA – Partisipasi masyarakat merupakan salah satu faktor penentu untuk menghasilkan Kebijakan Publik yang komprehensif dan program pembangunan yang efektif. Namun perlu diingat bahwa partispasi publik mensyaratkan adanya ruang publik yang sehat yang tidak terdistorsi oleh berbagai hoaks, ujaran kebencian dan fitnah. Saat ini, ruang publik yang sehat menjadi lebih sempit karena begiitu banyak berita palsu, hoaks dan distorsi. Penjelasan tersebut disampaikan oleh Tenaga Ahli Utama Kedeputian IV Kantor Staf Presiden Binny Buchori,
Selain Binny Buchori, hadir Tenaga Terampil Kantor Staf Presiden Annisa Dinta sebagai pembicara dalam forum diskusi bertajuk ‘Menciptakan Ruang Publik yang Sehat untuk Kesejahterayaan Rakyat’ di Kantor Yayasan Pengembangan Masyarakat Daerah Papua, 8 Agustus 2019.
Salah satu penyebab ruang publik yang keruh adalah peran internet yang makin meluas di dunia, maupun di Indonesia.
Selain Binny Buchori, hadir Tenaga Terampil Kantor Staf Presiden Annisa Dinta sebagai pembicara dalam forum diskusi bertajuk ‘Menciptakan Ruang Publik yang Sehat untuk Kesejahterayaan Rakyat’ di Kantor Yayasan Pengembangan Masyarakat Daerah Papua, 8 Agustus 2019.
“Menurut hasil survei Global Web Index tentang pengguna internet di Januari 2019, rata-rata durasi orang menghabiskan waktu menggunakan internet selama 8 jam 36 menit dan menggunakan media sosial selama 3 jam 26 menit per harinya,” jelas Annisa Dinta.
Menguatnya peran internet, diikuti pula oleh peningkatan media sosial yang terus bertumbuh. “Peningkatan internet belum dibarengi dengan peningkatan literasi digital sehingga berita palsu seperti hoaks mudah tersebar melalui berbagai strategi seperti strategi Firehose of Falsehood,” tambah Annisa Dinta.
Saat ini Indonesia menghadapi tantangan untuk mencipatkan ruang publik yang sehat. Partisipasi dan pengarusutamaan agenda-agenda publik mensyaratkan adanya ruang publik yang sehat dan mendorong masyarakat untuk berpikir rasional. “Agenda-agenda seperti menanggulangi dampak perubahan iklim, kesetaraan gender, HAM, saat ini menjadi isu marjinal di ruang publik. Agenda-agenda ini berkompetisi dengan gosip, berita palsu, hoaks yang disebar melalui sosial media,” jelas Binny.
Media literasi memiliki peran signifikan untuk mengenali disinformasi dan menyingkap kepentingan dibaliknya. Penjelasan tersebut disampaikan Annisa di Kantor Yayasan Pembangunan Masyarakat Desa, Jayapura. “Ada beberapa cara yang bisa digunakan dalam menganalisis berita seperti apakah isi tulisan merupakan fakta atau hanya opini penulis? Apakah judul yang digunakan mengarahkan pada kesimpulan tertentu? Apakah narasumber yang dipilih mewakili semua pihak? Apakah pemilihan foto atau ilustrasi menggiring opini pembaca?” jelas Annisa.
Disksui yang diikuti oleh 15 orang peserta dari berbagai LSM termasuk Yayasan Pembangunan Masayarakat Desa, Forum Kerja LSM Papua, PKBI Papua, YALI Papua, WALHI Papua berlangsung hangat. Para peserta diskusi menyepakati bahwa berita palsu atau hoaks melalui jejaring media sosial dinilai sudah mencapai tingkat mengkhawatirkan. “Hoax tidak perlu ditakuti, tetapi perlu ditangkal,” Jelas Abner Mansai, Koordinator FOKER LSM Papua. “Perlu ada ruang yang disediakan untuk menangkal hoax,” tambahnya. Abner juga mengingatkan agar upaya untuk menangkal hoaks dan distorsi informasi, tidak mengakibatkan pembatasan terhadap hak masyarakat untuk menyampaikan pendapat.
Menutup diskusi, Binny menyampaikan bahwa menjaga ruang publik yang sehat merupakan agenda penting bagi Indonesia. Untuk mewujudkan ini, maka diperlukan kerjasama antara Pemerintah dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk organisasi masyarakat sipil (OMS).
Go to Source
Author: editor 3
- Menyingkap Wajah Para Petinggi Lembaga Raksasa Pengelola Investasi RI – Makro Katadata.co.id - 22 Januari 2021
- Pemerintah akan Biayai Proyek Infrastruktur Rp 27 T dengan Utang Sukuk – Makro Katadata.co.id - 22 Januari 2021
- Rupiah Menguat Imbas Dukungan Yellen pada Rencana Stimulus AS – Makro Katadata.co.id - 22 Januari 2021